0 5 mins 2 weeks

Lubang hitam adalah salah satu objek paling misterius di alam semesta. Kita sudah lama mengetahui keberadaan mereka, terutama dari sistem biner di mana lubang hitam terlihat “memakan” materi dari bintang pasangannya, atau dari deteksi gelombang gravitasi saat dua lubang hitam bertabrakan. Tetapi satu pertanyaan besar selama puluhan tahun adalah: apakah ada lubang hitam yang berkeliaran sendirian, tidak terikat dengan bintang mana pun?

Pada tahun 2025, pertanyaan itu akhirnya terjawab. Tim astronom internasional yang dipimpin oleh Kailash C. Sahu berhasil mengonfirmasi keberadaan lubang hitam tunggal pertama di galaksi kita. Objek ini bukan hanya spekulasi—tetapi hasil dari lebih dari satu dekade pengamatan detail menggunakan teleskop luar angkasa Hubble dan data tambahan dari satelit Gaia.

Awal Penemuan: Cahaya Bintang yang Tidak Biasa

Cerita ini dimulai pada tahun 2011, ketika proyek survei langit OGLE (Optical Gravitational Lensing Experiment) dan MOA (Microlensing Observations in Astrophysics) menemukan sebuah fenomena aneh. Salah satu bintang di arah rasi Sagittarius tiba-tiba terlihat lebih terang selama beberapa bulan.

Fenomena ini disebut gravitational microlensing: cahaya dari bintang latar belakang dibelokkan oleh gravitasi objek masif yang melintas di depannya. Biasanya, objek pelensanya adalah bintang redup atau planet. Namun kali ini, durasi dan bentuk kurva cahayanya mengindikasikan sesuatu yang jauh lebih masif.

Astronom kemudian menamai peristiwa ini OGLE-2011-BLG-0462 / MOA-2011-BLG-191. Sejak awal, ada kecurigaan bahwa pelensanya mungkin sebuah lubang hitam. Tetapi untuk memastikan, dibutuhkan bukti tambahan berupa pengukuran “astrometri”: yaitu melihat apakah posisi bintang latar belakang benar-benar bergeser akibat tarikan gravitasi.

Perburuan Panjang dengan Hubble dan Gaia

Sejak 2011, teleskop Hubble digunakan untuk memantau posisi bintang ini berulang kali hingga beberapa tahun setelah kejadian. Tantangannya besar, karena pergeseran posisinya sangat kecil—sekitar milidetik busur, setara dengan melihat pergeseran posisi sebuah koin di permukaan Bulan.

Pengukuran itu kemudian dikombinasikan dengan data dari satelit Gaia, yang juga memetakan posisi bintang dengan presisi tinggi. Analisis awal masih memunculkan perdebatan: apakah objek tersebut benar-benar lubang hitam dengan massa sekitar 7 kali Matahari, atau mungkin “hanya” sebuah bintang neutron yang beratnya lebih rendah?

Kontroversi ini bertahan beberapa tahun, dengan dua tim ilmuwan berbeda mengajukan interpretasi masing-masing.

Namun, pada 2025, Sahu dan timnya menerbitkan hasil analisis ulang dengan data Hubble tambahan dan teknik pemrosesan yang lebih canggih. Mereka memperhitungkan berbagai sumber kesalahan sistematis, termasuk efek pencampuran cahaya dari bintang-bintang di sekitar. Hasil akhirnya cukup tegas: massa objek ini adalah 7,15 ± 0,83 massa Matahari. Angka ini terlalu besar untuk sebuah bintang neutron, tetapi konsisten dengan lubang hitam bintang.

Si Pengembara Kosmik

Lubang hitam yang dikonfirmasi ini berada sekitar 5.000 tahun cahaya dari Bumi, di arah rasi Sagittarius. Tidak ditemukan adanya cahaya dari bintang pendamping, yang berarti objek ini benar-benar sendirian.

Astronom menduga lubang hitam seperti ini terbentuk dari bintang masif yang meledak sebagai supernova, kemudian “menendang” sisa intinya keluar dengan kecepatan tinggi. Akibatnya, lahirlah lubang hitam yang berkeliaran bebas, tidak terikat dengan sistem bintang manapun.

Diperkirakan ada ratusan juta lubang hitam tunggal di galaksi Bima Sakti. Tetapi mendeteksi satu saja sangat sulit, karena mereka tidak memancarkan cahaya. Penemuan ini menjadi bukti pertama yang kuat bahwa teori itu benar: lubang hitam pengembara memang ada.

Implikasi dan Masa Depan Penelitian

Konfirmasi lubang hitam tunggal ini membuka pintu baru dalam astronomi. Pertama, ia menunjukkan bahwa teknik microlensing astrometrik benar-benar dapat dipakai untuk menemukan objek gelap seperti ini. Kedua, ia menjadi target studi penting untuk memahami bagaimana bintang masif berevolusi dan mati.

Lebih jauh lagi, penemuan ini memberi motivasi bagi misi teleskop masa depan. Nancy Grace Roman Space Telescope, yang dijadwalkan NASA untuk diluncurkan pada 2027, akan memiliki kemampuan luar biasa dalam mendeteksi ribuan peristiwa microlensing. Dengan presisi astrometri yang tinggi, Roman diharapkan dapat menemukan banyak lubang hitam pengembara lainnya, memberi gambaran lebih jelas tentang populasi mereka di galaksi.

Dari Misteri ke Kenyataan

Selama puluhan tahun, “lubang hitam sendirian” hanyalah konsep teoritis. Kita tahu mereka mungkin ada, tetapi belum pernah benar-benar melihat buktinya. Kini, berkat kerja keras observasi selama lebih dari satu dekade, astronom akhirnya bisa menunjuk ke satu objek spesifik dan berkata: “Inilah dia, lubang hitam tunggal pertama yang terdeteksi manusia.”

Penemuan ini tidak hanya menegaskan kembali kekuatan metode ilmiah, tetapi juga membuka jalan bagi era baru dalam studi lubang hitam. Si pengembara kosmik di Sagittarius hanyalah awal—dan Bima Sakti kemungkinan menyembunyikan jutaan pengembara gelap lainnya yang menunggu untuk ditemukan.